25/09/2012

Luka dalam gelas.


Gelas itu dulu nya tak pernah tergores. Gelas itu dulunya ada hal yang paling aku banggakan. Gelas itu dulunya selalu aku bawa kemanapun aku pergi. Ya, dulu sebelum gelas itu jatuh dan akhirnya lecet dan retak. Aku kebingungan, harus aku apakan gelas yang retak ini, padahal ini gelas kesayanganku sejak lama. Aku coba mempoles nya agar bekas nya hilang tapi itu pun tak mampu menghilangkan bekasnya. Gelasku tak seindah dulu, dan takkkan pernah sama lagi bentuknya.

Sama seperti hati dan hubungan, bukan? Sekali saja retak, sekali saja rusak, sekali saja terpatahkan, takkan pernah lagi sama bentuknya, takkan sama lagi rasanya dan takkan pernah lagi kembali seperti sedulu kala, sekeras apapun kau menccoba memperbaikinya.

Bagaimana bisa aku merusak sesuatu yang aku tau itu adalah bagian terpenting untukku?
Bagaimana bisa? Mungkin aku termasuk orang yang teledor dan kebingungan harus bagaimana.
Harus kuakui, tak ada yang bisa diubah dan memang tak pernah bisa dirubah.
Sekeras apapun aku mencoba, luka itu tetap membekas. Sekeras apapun aku merubahnya, luka itu takkan pernah hilang dan kekecewaan itu takkan pernah terhapuskan sekalipun dia hidup di masa depan, akan tetapi ia masih membawa ransel berisikan kesalahan-kesalahan dan penyesalan masa lampau yang tanpa ia sadari membebankan pundaknya.

Bagaimana bisa, secepat itu kau menghilang dari tikungan? bukannya aku baru saja memeluk mu beberapa menit lalu? bukannnya aku masih merasakan kecupan ringan di keningku beberapa menit lalu? Apa itu yang terakhir?

Gelas itu takkan pernaah kembali seperti sedia kala, gelas itu akan selalu rusak dan retak. Bahkan gelas itu telah menjadi barang bekas yang masih saja kau dan aku bawa, kau dan aku simpan. Padahal, kau dan aku sama-sama tahu bahwa kita saling membenci gelas itu, bukan?

Tanpa kamu tahu, gelas itu akan selalu menjadi kesayanganku walau aku membencinya. 

No comments:

Post a Comment